Elon Musk, melalui Department of Government Efficiency (DOGE), sebuah lembaga pemerintahan Amerika Serikat yang ia pimpin, telah menghebohkan dunia teknologi dengan langkah kontroversialnya. DOGE dilaporkan menggunakan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) bernama GSAi untuk membantu mengisi posisi pegawai pemerintah yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
GSAi, yang dikembangkan secara internal oleh DOGE, diberikan akses kepada pegawai yang masih aktif di General Services Administration (GSA), sebuah lembaga pemerintah AS yang mengelola properti pemerintah dan menyediakan layanan bagi lembaga lainnya. GSA sendiri menjadi salah satu departemen yang terkena dampak PHK massal. Ratusan karyawan GSA di-PHK, termasuk sejumlah besar pegawai di divisi teknologi. DOGE melihat GSAi sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja pasca-PHK ini.
Namun, penting untuk menekankan bahwa GSAi tidak sepenuhnya menggantikan peran manusia yang di-PHK. Chatbot ini lebih difungsikan sebagai asisten digital untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai yang tersisa. Sekitar 1.500 pegawai GSA kini memiliki akses awal ke GSAi, memanfaatkan kemampuannya untuk menyusun email, membuat notulen rapat, meringkas dokumen, dan bahkan menulis kode program.
Kemampuan dan Keterbatasan GSAi
GSAi menawarkan tiga model AI yang dapat dipilih pengguna: Claude Haiku 3.5 (model default), Claude Sonnet 3.5 v2, dan Meta Llama 3.2. Meskipun seorang pegawai GSA menilai performa GSAi hampir setara dengan pegawai magang, kemampuannya masih terbatas pada tugas-tugas umum dan terprediksi. Hal ini menunjukkan bahwa AI masih belum bisa sepenuhnya menggantikan kompleksitas dan kreativitas manusia dalam pekerjaan.
Memo internal GSA mengingatkan para pegawai untuk tidak memasukkan informasi rahasia atau non-publik saat menggunakan GSAi. Ini menyoroti pentingnya keamanan data dan potensi risiko penggunaan AI dalam lingkungan kerja pemerintah yang sensitif. Keterbatasan ini juga menegaskan bahwa GSAi hanyalah alat bantu, bukan solusi sempurna untuk menggantikan tenaga kerja manusia.
Sejarah Pengembangan GSAi dan Kontroversi PHK
Menariknya, pengembangan antarmuka chatbot serupa sebenarnya telah direncanakan oleh beberapa lembaga pemerintah AS, termasuk Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan, dan Departemen Pendidikan, jauh sebelum Elon Musk bergabung dengan pemerintahan Trump dan mendirikan DOGE. Namun, proyek-proyek sebelumnya dibatalkan karena performa chatbot yang dianggap kurang memuaskan.
PHK massal di GSA, yang mengakibatkan lebih dari 1.000 pegawai kehilangan pekerjaan, termasuk 90 pegawai divisi teknologi, telah memicu kontroversi. Penggunaan GSAi dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan etis dan praktis tentang peran AI dalam pemerintahan dan dampaknya terhadap tenaga kerja manusia. Apakah penggunaan AI benar-benar solusi efisien, atau justru sebuah langkah yang mengabaikan aspek kemanusiaan dalam pengelolaan pemerintahan?
Implikasi Penggunaan AI dalam Pemerintahan
Penggunaan GSAi oleh DOGE menandai babak baru dalam pemanfaatan AI dalam sektor publik. Meskipun meningkatkan efisiensi, langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pengurangan lapangan kerja dan perlunya perencanaan yang matang untuk memastikan transisi yang adil bagi para pegawai yang terkena dampak otomatisasi. Perlu kajian lebih lanjut mengenai etika dan dampak sosial dari penerapan teknologi AI dalam sektor pemerintahan.
Ke depannya, pemerintah perlu mempertimbangkan strategi yang lebih komprehensif dalam mengadopsi teknologi AI, termasuk pelatihan ulang dan penciptaan lapangan kerja baru untuk mengatasi potensi pengangguran akibat otomatisasi. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan AI juga menjadi hal yang krusial untuk memastikan teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat.