Sebuah proyek ambisius tengah digagas: menciptakan kulit buatan dari DNA Tyrannosaurus Rex (T-rex). Ide ini datang dari kolaborasi antara The Organoid Company (Belanda), Lab-Grown Leather (Inggris), dan VML (AS), tiga perusahaan yang ahli di bidang biomaterial.
Mereka mengklaim kulit T-rex buatan laboratorium ini akan menjadi solusi berkelanjutan dan etis untuk industri fashion mewah. Metode ini diharapkan dapat menghindari pembunuhan hewan, penggundulan hutan, dan penggunaan bahan kimia berbahaya yang umum dalam produksi kulit tradisional.
Mimpi Kulit Dinosaurus: Tantangan Ekstraksi DNA
Proyek ini bertujuan menciptakan kulit yang tahan lama, mudah diperbaiki, dan memiliki tekstur mewah seperti kulit kelas atas. Namun, ada tantangan besar yang harus diatasi.
Klaim utama mereka adalah penggunaan DNA T-rex. Namun, faktanya DNA tidak bertahan lebih dari satu juta tahun. T-rex punah 66 juta tahun yang lalu, membuat ekstraksi DNA-nya mustahil.
Fragmen DNA tertua yang berhasil diekstrak berusia sekitar 1,6 juta tahun, berasal dari gigi mammoth Siberia. Oleh karena itu, sumber DNA T-rex yang diklaim perusahaan patut dipertanyakan.
Kolagen Purba sebagai Alternatif: Mengungkap Ketidakpastian
Tim peneliti sebenarnya berfokus pada kolagen T-rex yang telah membatu. Kolagen, protein paling melimpah dalam tubuh vertebrata, merupakan komponen penting kulit.
Sebuah studi tahun 2007 mengklaim telah mengurutkan kolagen tipe 1 dari fosil T-rex. Namun, klaim tersebut diragukan karena diduga terjadi kontaminasi dengan kolagen burung unta dan buaya.
Meskipun begitu, kemungkinan kolagen tipe 1 T-rex masih dapat bertahan, meskipun sangat kecil. Beberapa penelitian menunjukkan jejak kolagen dapat bertahan hingga hampir 200 juta tahun.
Merekonstruksi Kulit: Proses Rumit dan Tantangan Besar
Jika kolagen T-rex asli berhasil didapatkan, masih ada tantangan besar lainnya. Kolagen tersebut kemungkinan besar telah terfragmentasi dan harus dalam kondisi baik untuk direkayasa ulang.
Prosesnya meliputi: mengidentifikasi asam amino penyusun kolagen, menerjemahkannya ke dalam urutan genetik, dan memverifikasi urutan tersebut dengan kerabat T-rex yang masih hidup (seperti ayam).
Urutan genetik yang berhasil diidentifikasi kemudian akan dimasukkan ke dalam genom ‘garis sel bioleather’ yang dikembangkan oleh The Organoid Company. Proses ini, menurut CEO The Organoid Company, Thomas Mitchell, bertujuan menciptakan biomaterial terinspirasi biologi prasejarah.
Meskipun demikian, hasil akhirnya mungkin hanya mengandung sedikit fibril kolagen yang menyerupai kolagen T-rex. Apakah ini masih dapat disebut kulit dinosaurus asli? Pertanyaan ini masih menjadi perdebatan.
Namun, terlepas dari keberhasilannya menciptakan kulit “T-rex” atau tidak, investasi pada proyek ini setidaknya dapat berkontribusi pada upaya mengurangi eksploitasi hewan untuk produksi kulit.
Proyek ini membuktikan inovasi di bidang bioteknologi terus berkembang. Meskipun klaim penggunaan DNA T-rex masih dipertanyakan, inovasi ini tetap menginspirasi dan menawarkan harapan untuk industri fashion yang lebih berkelanjutan.