Serangan siber terus meningkat, dan kecerdasan buatan (AI) semakin berperan dalam gelombang serangan terbaru. Laporan terbaru dari Akamai, “State of Apps and API Security 2025: How AI Is Shifting the Digital Terrain,” mengungkap lonjakan signifikan serangan siber di kawasan Asia Pasifik dan Jepang (APJ).
Laporan ini menyoroti betapa cepatnya perkembangan ancaman siber dan bagaimana perusahaan perlu beradaptasi dengan strategi keamanan yang lebih canggih untuk menghadapi tantangan ini. Peningkatan ini tidak hanya disebabkan oleh adopsi teknologi digital yang pesat, tetapi juga peningkatan kompleksitas serangan yang memanfaatkan kekuatan AI.
Lonjakan Serangan Siber di Asia Pasifik
Kawasan APJ mengalami peningkatan serangan terhadap aplikasi web sebesar 73% year-over-year, menjadikannya wilayah dengan peningkatan persentase tertinggi di dunia.
Australia, India, dan Singapura menjadi negara-negara yang paling banyak diserang, masing-masing menerima puluhan miliar serangan terhadap web dan API mereka.
Industri jasa keuangan dan perdagangan menjadi sektor yang paling terdampak, mengalami lebih dari 27 miliar dan 18 miliar serangan, masing-masing. Hal ini berkaitan erat dengan adopsi teknologi AI yang semakin cepat di kedua sektor tersebut.
Total serangan terhadap aplikasi web di APJ pada tahun 2024 mencapai 51 miliar, meningkat tajam dari 29 miliar di tahun 2023. Ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam skala dan frekuensi serangan siber.
Peran AI dalam Serangan Siber
Penggunaan AI dalam serangan siber semakin meningkat, memperluas permukaan serangan dan meningkatkan kompleksitasnya. API, yang sering digunakan untuk mengintegrasikan tools berbasis AI, menjadi target utama.
Akamai mencatat 150 miliar serangan API secara global dari Januari 2023 hingga Desember 2024. Pelaku ancaman mengeksploitasi celah autentikasi dan vektor serangan yang bisa mengelabui sistem otomatisasi.
API berbasis AI sangat rentan karena seringkali diakses secara eksternal dan memiliki autentikasi yang kurang memadai. Hal ini membuat mereka menjadi target empuk bagi para penyerang.
Serangan DDoS Layer 7 Meningkat Tajam
Serangan DDoS Layer 7 (lapisan aplikasi) juga meningkat secara signifikan, mencapai 7 triliun serangan secara global—peningkatan sebesar 94% year-over-year.
Sektor teknologi canggih menjadi industri yang paling terdampak oleh serangan DDoS ini, yang intensitasnya meningkat dari lebih dari 500 miliar serangan per bulan di awal 2023 menjadi lebih dari 1,1 triliun di akhir 2024.
Teknik HTTP flood tetap menjadi ancaman utama, secara konsisten menyerang aplikasi web dan API. Tren ini juga terlihat di kawasan APJ dengan peningkatan 66% year-over-year.
Singapura, India, dan Korea Selatan menjadi negara-negara di APJ yang paling terdampak oleh serangan DDoS Layer 7, dengan Singapura mencatat angka tertinggi.
Platform media digital dan sektor perdagangan merupakan sektor yang paling terdampak di kawasan APJ.
Strategi Keamanan Siber yang Adaptif
Lonjakan serangan siber di APJ menunjukkan kebutuhan mendesak akan peningkatan keamanan siber yang lebih baik. Perkembangan pesat teknologi, khususnya AI, memerlukan strategi keamanan yang adaptif.
Menurut Reuben Koh, Director of Security Technology and Strategy, Akamai Technologies APJ, perusahaan harus beradaptasi dengan meningkatnya kompleksitas dan skala serangan siber yang memanfaatkan AI.
Strategi keamanan yang komprehensif dan responsif menjadi kunci untuk melindungi sistem dan data dari ancaman yang semakin canggih ini.
Kesimpulannya, laporan Akamai menyoroti meningkatnya ancaman siber di kawasan APJ, didorong oleh adopsi AI yang cepat. Perusahaan perlu berinvestasi dalam solusi keamanan siber yang tangguh dan adaptif untuk menghadapi tantangan yang terus berkembang ini. Peningkatan kesadaran dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta juga sangat penting dalam membangun ekosistem siber yang lebih aman.