Puasa, khususnya puasa intermiten, dikenal luas sebagai metode penurunan berat badan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan manfaatnya jauh lebih dalam, bahkan sampai mengubah struktur dan fungsi otak manusia. Temuan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana kebiasaan makan memengaruhi organ paling kompleks dalam tubuh kita.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal *Frontiers in Cellular and Infection Microbiology* mengamati peserta puasa intermiten. Hasilnya mengejutkan: peserta mengalami penurunan berat badan rata-rata 7,6 kg, serta perubahan signifikan pada area otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan impuls dan pengambilan keputusan.
Perubahan Struktur Otak Akibat Puasa
Studi tersebut mengidentifikasi perubahan terukur pada girus orbital frontal inferior kiri. Wilayah otak ini berperan krusial dalam pengendalian impuls dan proses pengambilan keputusan. Perubahan ini menunjukkan dampak puasa melampaui sekadar efek fisik pada berat badan.
Perubahan komposisi bakteri usus juga diamati seiring perubahan pada otak. Peningkatan bakteri seperti *Coprococcus* dan *Eubacterium hallii* terdeteksi selama periode puasa. Bakteri-bakteri ini menghasilkan senyawa seperti asam lemak rantai pendek yang masuk ke aliran darah dan memengaruhi fungsi otak.
Peran Mikrobioma Usus dan Otak
Hubungan antara usus dan otak, atau yang dikenal sebagai sumbu usus-otak, sangat kompleks dan penting. Sinyal dari usus dapat secara langsung memengaruhi suasana hati dan fungsi kognitif. Perasaan “hangry” (marah karena lapar) adalah salah satu contohnya.
Selama puasa, mikrobioma usus mengalami perubahan signifikan. Bakteri menguntungkan berkembang biak, menghasilkan asam lemak rantai pendek dan metabolit lain yang berdampak pada kimia otak. Senyawa-senyawa ini tidak hanya lewat begitu saja, melainkan secara aktif memengaruhi fungsi otak.
Mekanisme ‘Reset’ Otak dan Manfaatnya
Puasa memicu serangkaian proses biologis yang memengaruhi sirkuit saraf di otak. Salah satunya adalah peningkatan produksi brain-derived neurotrophic factor (BDNF), protein yang mendukung kelangsungan hidup neuron dan pertumbuhan sel saraf baru, terutama di hipokampus.
BDNF sering disebut sebagai “pupuk otak”. Peningkatan produksi BDNF selama puasa mungkin menjelaskan peningkatan ketajaman mental yang dilaporkan banyak orang. Selain BDNF, puasa juga meningkatkan neuroplastisitas, mengurangi neuroinflamasi, dan mendorong autophagy.
- Neuroplastisitas: Kemampuan otak beradaptasi dan membentuk koneksi saraf baru.
- Neuroinflamasi: Peradangan pada saraf yang terkait dengan penurunan kognitif dan gangguan suasana hati.
- Autophagy: Proses “pembersihan” seluler yang membuang sel-sel rusak, meningkatkan fungsi keseluruhan.
Proses-proses ini menciptakan kondisi optimal untuk perubahan positif di otak, khususnya area yang mengatur pengambilan keputusan dan pengendalian impuls. Puasa bukan hanya metode penurunan berat badan, tetapi juga intervensi yang berpotensi membentuk kembali cara kerja otak.
Banyak praktisi puasa intermiten melaporkan peningkatan kejernihan mental. Hal ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan puasa mengoptimalkan metabolisme energi otak. Tubuh beralih dari glukosa ke keton sebagai sumber energi utama.
Keton dianggap sebagai sumber energi yang lebih efisien dan bersih untuk otak. Perubahan metabolisme ini mungkin menjelaskan peningkatan konsentrasi, pemikiran yang lebih jernih, dan suasana hati yang lebih baik selama puasa. Dengan demikian, puasa intermiten bukanlah sekadar tren diet, melainkan intervensi yang berpotensi besar untuk kesehatan otak dan tubuh secara keseluruhan. Studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk menggali lebih dalam kompleksitas hubungan antara puasa, mikrobioma usus, dan fungsi otak.